ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Masyaallah...Kisah Nyata: Wanita Dipaksa Orangtua Menikah Tanpa Cinta, Laki-Laki Ini Bersabar Tak S3ntuh Istrinya, Siapkan Tisu Membacanya... |
Seorang
akhwat menceritakan kenangan masa lalunya yang tak terlupakan:
“Namaku
Mariani, orang-orang biasa memangilku Aryani. Ini adalah kisah perjalanan
hidupku yang hingga hari ini masih belum lengkang dalam benakku. Sebuah kisah
yang nyaris membuatku menyesal seumur hidup bila aku sendiri saat itu tidak
berani mengambil sikap. Yah, sebuah perjalanan kisah yang sungguh aku sendiri
takjub dibuatnya, sebab aku sendiri menyangka bahwa di dunia ini mungkin tak
ada lagi orang seperti dia.
Tahun
2007 silam, aku dipaksa orang tuaku menikah dengan seorang pria, Kak Arfan
namanya. Kak Arfan adalah seorang lelaki yang tinggal sekampung denganku, tapi
dia seleting dengan kakakku saat sekolah dulu. Usia kami terpaut 4 Tahun. Yang
aku tahu bahwa sejak kecilnya Kak Arfan adalah anak yang taat kepada orang
tuanya dan juga rajin ibadah. Tabiatnya yang seperti itu terbawa-bawa sampai ia
dewasa. Aku merasa risih sendiri dengan Kak Arfan apabila berpapasan di jalan,
sebab sopan santunnya sepertinya terlalu berlebihan pada orang-orang. Geli aku
menyaksikannya, yah, kampungan banget gelagatnya…,
Setiap
ada acara-acara ramai di kampung pun Kak Arfan tak pernah kelihatan bergabung
sama teman-teman seusianya. Yaah, pasti kalau dicek ke rumahnya pun gak ada,
orang tuanya pasti menjawab “Kak Arfan di mesjid nak, menghadiri taklim”. Dan
memang mudah sekali mencari Kak Arfan, sejak lulus dari Pesantren Al-Khairat
Kota Gorontalo.
Baca Juga: "Masyaallah...Inilah 6 Hal Yang Harus Diperhatikan Orang Tua Sebelum Memberi Nama Kepada Anak"
Kak
Arfan sering menghabiskan waktunya membantu orang tuanya jualan, kadang
terlihat bersama bapaknya di kebun atau di sawah. Meskipun kadang sebagian
teman sebayanya menyayangkan potensi dan kelebihan-kelebihannya yang tidak
tersalurkan. Secara fisik memang Kak Arfan hampir tidak sepadan dengan ukuran
ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Sebab kadang gadis-gadis kampung suka
menggodanya kalau Kak Arfan dalam keadaan rapi menghadiri acara-acara di desa.
Tapi
bagiku sendiri, itu adalah hal yang biasa-biasa saja, sebab aku sendiri merasa
bahwa sosok Kak Arfan adalah sosok yang tidak istimewa. Apa istimewanya
menghadiri taklim, kuper dan kampungan banget. Kadang hatiku sendiri bertanya,
koq bisa yah, ada orang yang sekolah di kota namun begitu kembali tak ada
sedikitpun ciri-ciri kekotaan melekat pada dirinya, HP gak ada. Selain bantu
orang tua, pasti kerjanya ngaji, sholat, taklim dan kembali ke kerja lagi.
Seolah ruang lingkup hidupnya hanya monoton pada itu-itu saja, ke biosokop kek,
ngumpul bareng teman-teman kek setiap malam minggunya di pertigaan kampung yang
ramainya luar biasa setiap malam minggu dan malam Kamisnya. Apalagi setiap
malam Kamis dan malam Minggunya ada acara curhat kisah yang TOP banget di
sebuah station Radio Swasta digotontalo, kalau tidak salah ingat nama acaranya
Suara Hati dan nama penyiarnya juga Satrio Herlambang.
Waktu
terus bergulir dan seperti gadis-gadis modern pada umumnya yang tidak lepas
dengan kata Pacaran, akupun demikian. Aku sendiri memiliki kekasih yang begitu
sangat aku cintai, namanya Boby. Masa-masa indah kulewati bersama Boby. Indah
kurasakan dunia remajaku saat itu. Kedua orang tua Boby sangat menyayangi aku
dan sepertinya memiliki sinyal-sinyal restunya atas hubungan kami. Hingga
musibah itu tiba, aku dilamar oleh seorang pria yang sudah sangat aku kenal.
Yah siapa lagi kalau bukan si kuper Kak Arfan lewat pamanku. Orang tuanya Kak
Arfan melamarku untuk anaknya yang kampungan itu.
Baca Juga: "Allahu Akbar..! [Video] Bukti Detik detik "Malaikat Maut" Tak Kenal Waktu dan Tempat..."
Mendengar
penuturan mama saat memberitahu padaku tentang lamaran itu, kurasakan dunia ini
gelap, kepalaku pening…, aku berteriak sekencang-kencangnya menolak permintaan
lamaran itu dengan tegas dan terbelit-belit aku sampaikan langsung pada kedua
orang tuaku bahwa aku menolak lamaran keluarganya Kak Arfan. dan dengan
terang-terangan pula aku sampaikan pula bahwa aku memiliki kekasih pujaan
hatiku, Boby.
Mendengar
semua itu ibuku shock dan jatuh tersungkur kelantai. Akupun tak menduga kalau
sikapku yang egois itu akan membuat mama shock. Baru kutahu bahwa yang
menyebabkan mama shok itu karena beliau sudah menerima secara resmi lamaran
dari orang tuanya Kak Arfan. Hatiku sedih saat itu, kurasakan dunia begitu
kelabu. Aku seperti menelan buah simalakama, seperti orang yang paranoid, tidak
tahu harus ikut kata orang tua atau lari bersama kekasih hatiku Boby.
Hatiku
sedih saat itu. Dengan berat hati dan penuh kesedihan aku menerima lamaran Kak
Arfan untuk menjadi istrinya dan kujadikan malam terakhir perjumpaanku dengan
Boby di rumahku untuk meluapkan kesedihanku. Meskipun kami saling mencintai,
tapi mau tidak mau Boby harus merelakan aku menikah dengan Kak Arfan. Karena
dia sendiri mengakui bahwa dia belum siap membina rumah tangaa saat itu.
Tanggal
11 Agustus 2007 akhirnya pernikahanku pun digelar. Aku merasa bahwa pernikahan
itu begitu menyesakkan dadaku. Air mataku tumpah di malam resepsi pernikahan
itu. Di tengah senyuman orang-orang yang hadir pada acara itu, mungkin akulah
yang paling tersiksa. Karena harus melepaskan masa remajaku dan menikah dengan
lelaki yang tidak pernah kucintai. Dan yang paling membuatku tak bisa menahan
air mataku, mantan kekasihku Boby hadir juga pada resepsi pernikahan tersebut.
Ya Allah mengapa semua ini harus terjadi padaku ya Allah… mengapa aku yang
harus jadi korban dari semua ini?
Waktu
terus berputar dan malam pun semakin merayap. Hingga usailah acara resepsi
pernikahan kami. Satu per satu para undangan pamit pulang hingga sepi lah rumah
kami. Saat masuk ke dalam kamar, aku tidak mendapati suamiku Kak Arfan di
dalamnya. Dan sebagai seorang istri yang hanya terpaksa menikah dengannya, maka
aku pun membiarkannya dan langsung membaringkan tubuhku setalah sebelumnya
menghapus make-up pengantinku dan melepaskan gaun pengantinku. Aku bahkan tak
perduli kemana suamiku saat itu. Karena rasa capek dan diserang kantuk, aku pun
akhirnya tertidur.
Tiba-tiba
di sepertiga malam, aku tersentak tatkala melihat ada sosok hitam yang berdiri
disamping ranjang tidurku. Dadaku berdegup kencang. Aku hampir saja berteriak
histeris, andai saja saat itu tak kudengar suara takbir terucap lirih dari
sosok yang berdiri itu. Perlahan kuperhatikan dengan seksama, ternyata sosok
yang berdiri di sampingku itu adalah Kak Arfan suamiku yang sedang sholat tahajud.
Perlahan aku baringkan tubuhku sambil membalikkan diriku membelakanginya yang
saat itu sedang sholat tahajud. Ya Allah aku lupa bahwa sekarang aku telah
menjadi istrinya Kak Arfan. Tapi meskipun demikian, aku masih tak bisa menerima
kehadirannya dalam hidupku. Saat itu karena masih dibawah perasan ngantuk, aku
pun kembali teridur. Hingga pukul 04.00 dini hari, kudapati suamiku sedang
tidur beralaskan sajadah di bawah ranjang pengantin kami.
Baca Juga: "Awas..!! Jangan Lakukan 20 Hal Ini Jika Tak Ingin Malaikat Rahmat Menjauhi Rumah Anda !! Sebarkan!!"
Dadaku
kembali berdetak kencang kala mendapatinya. Aku masih belum percaya kalau aku
telah bersuami. Tapi ada sebuah pertanyaaan terbetik dalam benakku. Mengapa dia
tidak tidur di ranjang bersamaku. Kalaupun dia belum ingin menyentuhku, paling
gak dia tidur seranjang denganku itukan logikanya. Ada apa ini? ujarku perlahan
dalam hati. Aku sendiri merasa bahwa mungkin malam itu Kak Arfan kecapekan sama
sepertiku sehingga dia tidak mendatangiku dan menunaikan kewajibannya sebagai
seorang suami. Tapi apa peduliku dengan itu semua, toh akupun tidak
menginginkannya, gumamku dalam hati.
Hari-hari
terus berlalu. Kami pun mejalani aktifitas kami masing-masing, Kak Arfan
bekerja mencari rezeki dengan pekerjaannya. Sedangkan aku di rumah berusaha
semaksimal mungkin untuk memahami bahwa aku telah bersuami dan memiliki
kewajiban melayani suamiku. Yah minimal menyediakan makanannya, meskipun
kenangan-kenangan bersama Boby belum hilang dari benakku, aku bahkan masih
merindukannya.
Semula
kufikir bahwa prilaku Kak Arfan yang tidak pernah menyentuhku dan menunaikan
kewajibannya sebagai suami itu hanya terjadi malam pernikahan kami. Tapi
ternyata yang terjadi hampir setiap malam sejak malam pengantin itu, Kak Arfan
selalu tidur beralaskan permadani di bawah ranjang atau tidur di atas sofa
dalam kamar kami. Dia tidak pernah menyentuhku walau hanya menjabat tanganku.
Jujur segala kebutuhanku selalu dipenuhinya. Secara lahir dia selalu
menafkahiku, bahkan nafkah lahir yang dia berikan lebih dari apa yang aku
butuhan. Tapi soal biologis, Kak Arfan tak pernah sama sekali mengungkit- ungkitnya
atau menuntutnya dariku. Bahkan yang tidak pernah kufahami, pernah secara tidak
sengaja kami bertabrakan di depan pintu kamar, Kak Arfan meminta maaf seolah
merasa bersalah karena telah menyentuhku.
Ada apa
dengan Kak Arfan? Apakah dia lelaki normal? Kenapa dia begitu dingin padaku?
Apakah aku kurang di matanya? atau? Pendengar, jujur merasakan semua itu,
membuat banyak pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Ada apa dengan suamiku?
Bukankah dia adalah pria yang beragama dan tahu bahwa menafkahi istri itu
secara lahir dan batin adalah kewajibannya? Ada apa dengannya? padahal setiap
hari dia mengisi acara-acara keagamaan di mesjid. Dia begitu santun pada
orang-orang dan begitu patuh kepada kedua orangtuanya. Bahkan terhadap aku pun
hampir semua kewajibannya telah dia tunaikan dengan hikmah, tidak pernah sekali
pun dia bersikap kasar dan berkata-kata keras padaku. Bahkan Kak Arfan terlalu
lembut bagiku.
Tapi
satu yang belum dia tunaikan yaitu nafkah batinku. Aku sendiri saat mendapat
perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembutnya mulai menumbuhkan rasa
cintaku padanya dan membuatku perlahan-lahan melupakan masa laluku bersama
Boby. Aku bahkan mulai merindukannya tatkala dia sedang tidak di rumah. Aku bahkan
selalu berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia
anjurkannya lewat ceramah-ceramahnya pada wanita-wanita muslimah, yakni mulai
memakai busana muslimah yang syar’i.
Memang
dua hari setelah pernikahan kami, Kak Arfan memberiku hadiah yang diisi dalam
karton besar. Semula aku mengira bahwa hadiah itu adalah alat-alat rumah
tangga. Tapi setelah kubuka, ternyata isinya lima potong jubah panjang berwarna
gelap, lima buah jilbab panjang sampai selutut juga berwana gelap, lima buah kaos
kaki tebal panjang berwarna hitam dan lima pasang manset berwarna gelap pula.
Jujur saat membukanya aku sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayanganku
bahwa inilah konsekuensi menikah dengan seorang ustadz. Aku mengira bahwa dia
akan memaksa aku untuk menggunakannya. Ternyata dugaanku salah sama sekali.
Sebab hadiah itu tidak pernah disentuhnya atau ditanyakannya.
Baca Juga: "Astagfirullah... Setelah Melakukan Amalan Ini, Ajalnya Ditunda 5 Tahun"
Kini
aku mulai menggunakannya tanpa paksaan siapapun. Kukenakan busana itu agar
diatahu bahwa aku mulai menganggapnya istimewa. Bahkan kebiasaannya sebelum
tidur dalam mengajipun sudah mulai aku ikuti. Kadang ceramah-ceramahnya di
mesjid sering aku ikuti dan aku praktekkan di rumah.
Tapi
satu yang belum bisa aku mengerti darinya. Entah mengapa hingga enam bulan
pernikahan kami dia tidak pernah menyentuhku. Setiap masuk kamar pasti sebelum
tidur, dia selalu mengawali dengan mengaji, lalu tidur di atas hamparan
permadani di bawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam, lalu
melaksanakan sholat Tahajud. Hingga suatu saat Kak Arfan jatuh sakit. Tubuhnya
demam dan panasnya sangat tinggi. Aku sendiri bingung bagaimana cara
menanganinya. Sebab Kak Arfan sendiri tidak pernah menyentuhku. Aku khawatir
dia akan menolakku bila aku menawarkan jasa membantunya. Ya Allah..apa yang
harus aku lakukan saat ini. Aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa
yang harus saya lakukan ya Allah..
Malam
itu aku tidur dalam kegelisahan. Aku tak bisa tidur mendengar hembusan nafasnya
yang seolah sesak. Kudengar Kak Arfan pun sering mengigau kecil. Mungkin karena
suhu panasnya yang tinggi sehingga ia selalu mengigau. Sementara malam begitu
dingin, hujan sangat deras disetai angin yang bertiup kencang. Kasihan Kak
Arfan, pasti dia sangat kedinginan saat ini. Perlahan aku bangun dari
pembaringan dan menatapnya yang sedang tertidur pulas. Kupasangkan selimutnya
yang sudah menjulur kekakinya. Ingin sekali aku merebahkan diriku di sampingnya
atau sekedar mengompresnya. Tapi aku tak tahu bagaimana harus memulainya.
Hingga akhirnya aku tak kuasa menahan keinginan hatiku untuk mendekatkan
tanganku di dahinya untuk meraba suhu panas tubuhnya.
Tapi
baru beberapa detik tanganku menyentuh kulit dahinya, Kak Arfan terbangun dan
langsung duduk agak menjauh dariku sambil berujar ”Afwan dek, kau belum tidur?
Kenapa ada di bawah? Nanti kau kedinginan? Ayo naik lagi ke ranjangmu dan tidur
lagi, nanti besok kau capek dan jatuh sakit?” pinta kak Arfan padaku. Hatiku
miris saat mendengar semua itu. Dadaku sesak, mengapa Kak Arfan selalu dingin
padaku. Apakah dia menganggap aku orang lain. Apakah di hatinya tak ada cinta
sama sekali untukku. Tanpa kusadari air mataku menetes sambil menahan isak yang
ingin sekali kulapkan dengan teriakan. Hingga akhirnya gemuruh di hatiku tak
bisa kubendung juga.
”Afwan
kak, kenapa sikapmu selama ini padaku begitu dingin? Kau bahkan tak pernah mau
menyentuhku walaupun hanya sekedar menjabat tanganku? Bukankah aku ini istrimu?
Bukankah aku telah halal buatmu? Lalu mengapa kau jadikan aku sebagai patung
perhiasan kamarmu? Apa artinya diriku bagimu kak? Apa artinya aku bagimu kak?
Kalau kau tidak mencintaiku lantas mengapa kau menikahiku? Mengapa kak?
mengapa?” Ujarku disela isak tangis yang tak bisa kutahan.
Tak ada
reaksi apapun dari Kak Arfan menanggapi galaunya hatiku dalam tangis yang
tersedu
itu.
Yang nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang
menempel di dinding kamar kami. Hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan
berujar padaku:
”Dek,
jangan kau pernah bertanya pada kakak tentang perasaan ini padamu. Karena
sesungguhnya kakak begitu sangat mencintaimu. Tetapi tanyakanlah semua itu pada
dirimu sendiri. Apakah saat ini telah ada cinta di hatimu untuk kakak? Kakak
tahu dan kakak yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap kakak
selama ini begitu dingin padamu. Sebelumnya kakak minta maaf bila semuanya baru
kakak kabarkan padamu malam ini. Kau mau tanyakan apa maksud kakak sebenarnya
dengan semua ini?” ujar Kak Arfan dengan agak sedikit gugup.
“Iya
tolong jelaskan pada saya Kak, mengapa kakak begitu tega melakukan ini padaku?
tolong jelaskan Kak?” Ujarku menimpali tuturnya kak Arfan.
“Hhhhhmmm,
Dek kau tahu apa itu pelacur? Dan apa pekerjaan seorang pelacur? Afwan dek
dalam pemahaman kakak, seorang pelacur itu adalah seorang wanita penghibur yang
kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa
peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu atau tidak. Bahkan seorang pelacur
terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki
yang tidak dicintainya. Bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa
yang sedang terjadi saat itu. kakak tidak ingin hal itu terjadi padamu dek.
Kau
istriku dek, betapa bejatnya kakak ketika kakak harus memaksamu melayani kakak
dengan paksaan saat malam pertama pernikahan kita. Sedangkan di hatimu tak ada
cinta sama sekali buat kaka. Alangkah berdosanya kakak, bila pada saat
melampiaskan birahi kakak padamu malam itu, sementara yang ada dalam benakmu
bukanlah kakak tetapi ada lelaki lain. Kau tahu dek, sehari sebelum pernikahan
kita digelar, kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan Bapakmu.
Tapi begitu kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, kakak melihat dengan
mata kepala kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan pada kekasihmu Boby.
Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau tidak mencintai kakak. Kau ungkapkan pada
Boby bahwa kau hanya akan mencintainya selamanya. Saat itu kakak merasa bahwa
kakak telah merampas kebahagiaanmu.
Kakak
yakin bahwa kau menerima pinangan kakak itu karena terpaksa. Kakak juga
mempelajari sikapmu saat di pelaminan. Begitu sedihnya hatimu saat bersanding
di pelaminan bersama kakak. Lantas haruskah kakak egois dengan mengabaikan apa
yang kau rasakan saat itu. Sementara tanpa memperdulikan perasaanmu, kakak
menunaikan kewajiban kakak sebagai suamimu di malam pertama. Semenatara kau
sendiri akan mematung dengan deraian air mata karena terpaksa melayani kakak?
Kau
istriku dek, sekali lagi kau istriku. Kau tahu, kakak sangat mencintaimu. Kakak
akan menunaikan semua itu manakala di hatimu telah ada cinta untuk kakak. Agar
kau tidak merasa diperkosa hak-hakmu. Agar kau bisa menikmati apa yang kita
lakukan bersama. Alhamdulillah apabila hari ini kau telah mencintai kakak.
Kakak juga merasa bersyukur bila kau telah melupakan mantan kekasihmu itu.
Beberapa hari ini kakak perhatikan kau juga telah menggunakan busana muslimah
yang syar’i. Pinta kakak padamu dek, luruskan niatmu, kalau kemarin kau
mengenakan busana itu untuk menyenangkan hati kakak semata. Maka sekarang
luruskan niatmu, niatkan semua itu untuk Allah ta’ala selanjutnya untuk kakak.”
Mendengar
semua itu, aku memeluk suamiku. Aku merasa bahwa dia adalah lelaki terbaik yang
pernah kujumpai selama hidupku. Aku bahkan telah melupakan Boby. Aku merasa
bahwa malam itu, aku adalah wanita yang paling bahagia di dunia. Sebab meskipun
dalam keadaan sakit, untuk pertama kalinya Kak Arfan mendatangiku sebagai
seorang suami. Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Kak Arfan begitu sangat
kharismatik. Terkadang dia seperti seorang kakak buatku dan terkadang seperti
orang tua. Darinya aku banyak belajar banyak hal. Perlahan aku mulai meluruskan
niatku dengan menggunakan busana yang syar’i, semata-mata karena Allah dan untuk
menyenangkan hati suamiku.
Sebulan
setelah malam itu, dalam rahimku telah tumbuh benih-benih cinta kami berdua.
Alhamdulillah, aku sangat bahagia bersuamikan dia. Darinya aku belajar banyak
tentang agama. Hari demi hari kami lalui dengan kebahagiaan. Ternyata dia
mencintaiku lebih dari apa yang aku bayangkan. Dulu aku hampir saja melakukan
tindakan bodoh dengan menolak pinangannya. Aku fikir kebahagiaan itu akan
berlangsung lama diantara kami, setelah lahir Abdurrahman, hasil cinta kami
berdua.
Di akhir
tahun 2008, Kak Arfan mengalami kecelakaan dan usianya tidak panjang. Sebab Kak
Arfan meninggal dunia sehari setelah kecelakaan tersebut. Aku sangat
kehilangannya. Aku seperti kehilangan penopang hidupku. Aku kehilangan
kekasihku. Aku kehilangan murobbiku, aku kehilangan suamiku. Tidak pernah
terbayangkan olehku bahwa kebahagiaan bersamanya begitu singkat. Yang tidak
pernah aku lupakan di akhir kehidupannya Kak Arfan, dia masih sempat
menasehatkan sesuatu padaku:
“Dek..
pertemuan dan perpisahan itu adalah fitrahnya kehidupan. Kalau ternyata kita
berpisah besok atau lusa, kakak minta padamu Dek.., jaga Abdurrahman dengan
baik. Jadikan dia sebagai mujahid yang senantiasa membela agama, senantiasa
menjadi yang terbaik untuk ummat. Didik dia dengan baik Dek, jangan sia-siakan
dia.
Satu
permintaan kakak.., kalau suatu saat ada seorang pria yang datang melamarmu,
maka pilihlah pria yang tidak hanya mencintaimu. Tetapi juga mau menerima
kehadiran anak kita.
Baca Juga: "Inalillahi...Inilah 6 Nama Bayi Yang di Larang Dalam Islam, No. 2 Paling Banyak di Gunakan..."
Maafkan
kakak Dek.., bila selama bersamamu, ada kekurangan yang telah kakak perbuat
untukmu. Senantiasalah berdoa.., kalau kita berpisah di dunia ini..Insya Allah
kita akan berjumpa kembali di akhirat kelak . Kalau Allah mentakdirkan kakak
yang pergi lebih dahulu meninggalkanmu, Insya Allah kakak akan senantiasa
menantimu..”
Demikianlah
pesan terakhir Kak Arfan sebelum keesokan harinya Kak Arfan meninggalkan dunia
ini. Hatiku sangat sedih saat itu. Aku merasa sangat kehilangan. Tetapi aku
berusaha mewujudkan harapan terakhirnya, mendidik dan menjaga Abdurrahman
dengan baik. Selamat jalan Kak Arfan. Aku akan selalu mengenangmu dalam setiap
doa-doaku, amiin. Wasallam”