ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Haramkah Mewarnai Rambut dalam Pandangan Islam? |
Perkataan halal pada
biasanya digunakan untuk barang makanan termasuk sumber pendapatan rizki.
Adapun barang kegunaan seperti pewarna rambut, minyak rambut dan barang-barang
kosmetik, penggunaan kata halal itu
tidak tepat. Jika tujuan penamaan label halal itu
adalah untuk membolehkan umat islam memakai atau menggunakannya, sebutan yang
tepat adalah suci yang berarti tidak najis karena kita dilarang menggunakan
atau memakai barang najis. Inilah pemakaian atau penggunaan yang patut kita
ketahui oleh orang-orang islam.
Rambut
merupakan bagian yang wajib dibasuh ketika mandi junub atau mengangkat hadas
kecil (wudhu). Ini berrati bawah air yang bersih harus sampai ke semua bagian
rambut termasuk kulit kepala ketika mandi junub itu atau sebagian ketika
berwudhu. Jika da sesuatu yang mengahalangi air untuk membasahi rambut, maka
tidak sah mandi junub dan wudhunya. Sehubungan dengan hal itu, ibadah-ibadah
yang dilakukan seperti shalat menjadi tidak sah karena hadas atau wudhunya itu
tidak terangkat.
Sekiranya
pewarna rambut itu sifatnya melekat atau melapisi rambut, sekalipun itu suci
maka itu sudah pasti mengalangi air untuk sampai ke rambut. Jika ini terjadio,
maka mandi junub misalnya dalam keadaan rambut diwarnai dengan bahan tersebut
adalah tidak sah dan ini akan menyebabkan ibadah seperti shalat tidak sah
karena hadasnya tidak terangkat. Berbeda halnya jika pewarna rambut itu tidak
melekat di atas rambut seperti sifatnya meresap sebagaimana meresapnya kutek
pada kuku dan jari. Ini tidak menghalang air sampai ke bagian yang wajib
dibasuh.
Di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oelh Abu Hurairah r.a
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bahwasannya
orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnakan (uban mereka) maka hendaklah kamu
tidak menyerupai mereka.” (HR.
Muslim)
Ini diperkuatkan lagi dengan peristiwa ketika Abu Quhafah (Ayah
Abu Bakar r.a) dibawah ke hadapan Baginda pada hari pembukaan Makkah yang mana
ketika itu rambut dan janggutnya dipenuhi dengan uban, maka Baginda bersabda: “Tukarkan (warna uban) ini
dengan sesuatu dan jauhilah daripada (menggunakan) pewarna hitam.” (HR.
Muslim)
Berdasarkan hadist di atas pada ulama berpendapat bahwa mewarnai
uban yang tumbuh pada rambut kepala adalah sunnah baik laki-laki maupun
perempuan.Warna yang disunnahkan untuk digunakan pula ialah kuning atau merah
kecuali hitam, karena haram menggunakan pewarna hitam menurut pendapat al-ashah. Walau
bagaimanapun harus mewarnakan uban itu dengan pewarna hitam bertujuan untuk
menakuti pihak musuh ketika berjihad.
Sebagaimana
penjelasan hadist di atas bahwa tujuan mewarnai uban itu adalah untuk
membedakan kebiasaan kamu Yahudi dan Nasrani yang mana mereka itu meninggalkan
perbuatan mewarnai uban. Sementara itu rambut yang tidak beruban seyogyanya
dibiarkan seperti aslinya. Itu tidak perlu diwarnai kecuali jika ada sesuatu
yang memerlukan itu diwarnai seperti untuk pengobatan.
Akan tetapi jika perbuatan mewarnai rambut dengan bentuk atau
gaya layaknya fashion dan penampilan orang-orang kafir yang tidak sesuai dengan
akhlak islam, maka perbuatan itu adalah haram sekalipun pewarna tersebut suci.
Dengan melakukan perbuatan itu berarti mengikuti budaya orang bukan islam. Ini
adalah perkara yang diharamkan oleh hukum syara’ karena larangan menyerupai mereka
disebut oleh Nabi Muhammad SAW dengan sabda: “Sesiapa
yang menyerupai sesuatu kaum maka dia adalah sebagian dari golongan mereka.” (HR. Abu Daud)
Menjauhi perkara syubhah atau
samar-samar merupakan tuntutan syara’. Dengan
menjauhinya akan terjaga agamanya. Rasulullah SW bersabda: “Tinggalkan barang yang
meragukan engkau kepada apa yang tidak meragukan engkau.” (HR.
Tirmidzi dan Nasa’i)
Dan Rasulullah SAW bersabda lagi: “Sesungguhnya yang halal itu
jelas dan yang haram juga jelas (terang) dan di antara keduanya terdapat
perkara-perkara yang kesamaran, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia,
maka sesiapa memelihara (dirinya dari) segala yang kesamaran, sesungguhnya dia
telah memelihara agama dan kehormatannya. Dan barang siap yang jatuh ke dalam
perkara kesamaran, jatulah dia ke dalam yang haram, seperti seorang pengembala
yang mengembala di sekeliling kawasan larangan, hampir sangat (ternakannya)
makan di dalamnya. Ketahuilah bahwa bagi tiap-tiap raja ada kawasan larangan.
Ketahuilah bahwa larangan Allah ialah segala yang diharamkanNya. Ketahuilah,
bahwa di dalam badan itu ada segumpal daging, apabila ia baik, baiklah seluruh
badan, dan apabila ia rusak, rusaklah semuanya, ketahuilah, itulah di hati.” (HR.
Bukhori dan Muslim)
Baca juga :